GAYA BAHASA ATAU MAJAS
Seorang
sastrawan meramu karangannya dengan pilihan kata dan keindahan bahasa sehingga
lukisannya tepat, segar, dan menarik. Kata-kata
yang dipakai-nya seolah-olah berjiwa, hidup, dan segar sehingga dapat meng-getarkan
hati pembacanya. Kepandaian dan kecermatannya memilih, membandingkan, me-ramu atau
memadukan kata inilah yang menyebabkan karya-nya dikagumi orang. Daya pelukisan
seperti itulah yang dinamakan plastik bahasa.
Bahan
yang dipakai oleh pengarang untuk mencapai plastik
bahasa
itu ialah penggunaan kata-kata kiasan , sindiran, perbandingan, pertentangan,
dan lain-lain yang biasa disebut gaya bahasa. Setiap pengarang memiliki gaya
bahasa sendiri-sendiri dan karena gaya bahasa itulah kadang-kadang pengarang yang satu berbeda
dengan pengarang yang lain.
Dalam sastra lama untuk menghidupkan
pernyataan atau lukisan, para pujangga biasanya menggunakan bahasa klise, pemeo, ibarat,
perumpamaan, tamsil, dan sebagainya. Pengungkapan seperti itu hampir
ditinggalkan karena masing-masing pengarang berusaha mencari cara yang khas dan
mempribadi untuk mengungkapkan pernyataan atau lukisannya.
Secara garis besar gaya bahasa atau majas dapat dibedakan atas 4
kelompok, yaitu :
- Gaya bahasa perbandingan
- Gaya bahasa penegasan
- Gaya bahasa pertentangan
- Gaya bahasa sindiran.
A. Gaya Bahasa Perbandingan
1.
Metafora
Gaya
bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda yang lain. Kedua benda yang
dibandingkan itu mempunyai sifat yang sama.
Contoh
:
-
Dewi
malam baru keluar dari peraduannya.
-
Jantung
hatinya hilang tiada berita.
-
Sekarang ia menjadi sampah masyarakat.
2.
Personifikasi
Gaya
bahasa yang meng-umpamakan benda mati sebagai makhluk hidup. Benda itu seakan
dapat bertindak, berbuat atau berbicara seperti manusia.
Contoh
:
-
Dengan gelojohnya kereta api itu makan
bantalan kayu yang ada di bawahnya.
-
Keadaan
alam waktu itu seperti orang berkabung diliputi cadar hitam
tanda berduka cita.
-
Nyanyian
ganggang dan rumput menentramkan batinnya.
3.
Asosiasi
Gaya
bahasa ini memberikan perbandingan terhadap suatu benda yang sudah disebutkan.
Perbandingan itu menimbulkan asosiasi terhadap benda tadi sehingga gambaran
tentang benda atau hal yang sudah disebutkan lebih jelas.
Contoh
:
-
Mukanya bundar bagai bulan penuh.
-
Semangatnya keras bagai baja.
-
Pikirannya kusut bagai benang dilanda ayam.
4.
Alegori
Gaya
bahasa yang mempergunakan perbandingan utuh untuk melukiskan beberapa hal atau
keadaan.
Contoh
:
-
Bunga
yang ditaruhnya telah mekar. Baunya yang harum menyebabkan kumbang-kumbang
beterbangan mengelilinginya.
-
Hidup
ini
bagaikan sebuah biduk yang berlayar ke sebuah
pulau. Ia akan menghadapi ombak dan karang sbelum sampai tujuan.
5.
Parabel
Gaya
bahasa parabel terkandung dalam seluruh karangan. Dengan secara halus tersimpul
dalam karangan itu pedoman hidup, falsafah hidup yang harus ditimba dari
dalamnya.
Contoh
:
-
Cerita Ramayana melukiskan maksud bahwa
yang benar tetap benar.
-
Cerita Baghawat Gita yang mengandung ajaran
hidup.
6.
Litotes
Gaya
bahasa yang mem-pergunakan kata yang berlawanan artinya dengan yang dimaksud untuk
me-rendahkan diri.
Contoh
:
-
Makanlah seadanya.
-
Apa yang saya lakukan hanya merupakan setitik air di samudra yang luas.
-
Jika ada waktu singgah-lah ke gubuk kami.
7.
Eufimisme
Gaya
bahasa penghalus untuk menjaga kesopanan atau meng-hindari timbulnya kesan yang
tidak menyenangkan.
Contoh
:
-
Setelah anaknya me-ninggal, ibu muda itu hilang ingatannya.
-
Putra Ibu terpaksa tinggal kelas karena kemampuannya memang kurang.
8.
Hiperbola
Gaya
bahasa yang menggunakan keterangan-keterangan yang ber-lebih-lebihan.
Contoh
:
-
Untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari,
ia terpaksa membanting tulang dan memeras
keringatnya.
-
Para
pemuda berteriak ke seluruh dunia meminta
kebebasan.
9.
Simbolik
Gaya
bahasa yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan benda-benda sebagai simbol
atau perlambang.
Contoh
:
-
Lintah
darat yang selalu menghisap darah rakyat perlu dienyahkan.
-
Hati-hati terhadap buaya darat itu.
10. Sinekdokhe
a.
pars pro toto
Gaya
bahasa yang menyebutkan sebagian, tetapi yang dimaksudkan adalah seluruhnya.
Contoh
:
-
Susi
Susanti membawa Piala Uber ke Indonesia
-
Telah beberapa hari ini ia tak kelihatan batang hidungnya.
b.
totem pro parte
Gaya
bahasa yang men-yebutkan seluruhnya, tetapi yang dimaksudkan adalah sebagian.
Contoh
:
-
Pada tahun 1994 Indonesia kembali me-ngawinkan
Piala Thomas dan Piala Uber.
-
Thailand
memboyong Piala Kemerdekaan setelah menggulung PSSI Harimau.
11. Tropen
Kiasan
dengan kata atau istilah lain terhadap pekerjaan yang dilakukan seseorang.
Contoh
:
-
Ia sedang melamun, hanyut dibawa oleh arus
perasaannya.
-
Untuk menghilangkan keruwetan pikirannya,
ia menenggelamkan diri di antara botol minuman keras.
12. Metonimia
Gaya
bahasa yang mempergunakan sebuah kata utuk menyatakan suatu yang lain, karena
mempunyai pertalian yang sangat dekat.
Contoh
:
-
Ayah lebih suka mengisap Jarum daripada Bentoel
-
Paman selelu pergi meng-gunakan starlet bila pergi ke kantor.
13. Alusio
Gaya
bahasa yang mempergunakan peribahasa atau ungkapan yang sudah lazim ataupun mem-pergunakan
sampiran pantun yang isinya sudah umum dimaklumi.
Contoh
:
-
Kamu itu sudah gaharu cendana pula.
-
Keadaanku kali ini seperti makan buah simalakama.
14. Alusi
Gaya
bahasa yang menghubungkan sesuatu dengan orang, tempat atau peristiwa tertentu.
Contoh
:
-
Kejadian itu meng-ingatkan aku pada peristiwa Bandung Lautan Api.
-
Kartini
kecil itu turut memperjuangkan haknya.
15. Perifrasis
Gaya
bahasa yang meng-gantikan sebuah kata dengan frase atau serangkaian kata yang
sama artinya.
Contoh
:
-
Ketika
Sang Surya keluar dari persemayamannya, berangkatlah kami menuju
puncak.
-
Kuda
besi yang panjang itu terus merangkak dan meraung-raung.
16. Antonomasia
Gaya
bahasa yang me-nyebutkan sifat atau ciri tubuh seseorang sebagai pengganti nama
aslinya.
Contoh
:
-
Lihatlah, Si Cebol ber-susah payah mengambil laying-layangnya di pohon.
-
Si
Kribo menjalankan mobilnya seperti orang kesetanan.
B. Gaya Bahasa Penegasan
1.
Repetisi
Gaya
bahasa yang mengulang kata yang dipakai untuk menegaskan artinya.
Contoh
:
-
Selama
darahku masih mengalir, selama jantungku
masih berdebar, selama napasku masih
berhembus, aku tak akan berhenti untuk menegakkan keadilan.
2.
Pararelisme
Gaya
bahasa penegasan yang mengulang kata yang dipakai untuk menegaskan artinya.
Contoh
:
-
Junjunganku,
Apatah
kekal
Apatah tetap
Apatah tak
bersalin rupa
Apatah boga
sepanjang masa.
-
Kalau kau mau, aku akan datang
Jika
kau menghendaki, aku akan datang
Bila kau minta, aku akan datang
3.
Tautologi
Gaya
bahasa yang mengulang sebuah kata dalam kalimat atau memepergunakan kata-kata
yang hampir sama maknanya.
Contoh
:
-
Cintanya sudah berurat berakar di hati.
-
Kejadian itu tidak saya inginkan dan tidak
saya harapkan.
4.
Pleonasme
Gaya
bahasa yang memberikan keterangan dengan kata-kata yang maknanya sudah tercakup
dalam kata yang diterangkan atau mendahului.
Contoh
:
-
Mereka telah bertekad mengarungi samudra luas.
-
Darah
merah membasahi baju dan tubuhnya.
5.
Klimaks
Gaya
bahasa yang menyatakan beberapa hal yang berturut-turut semakin lama semakin
meningkat.
Contoh
:
-
Rakyat
berkata, berseru, berteriak minta dibebaskan dari belenggu
kemiskinan.
-
Tidak hanya seratus atau seribu orang, berpuluh
ribu orang memadati stadion itu.
6.
Antiklimaks
Gaya
bahas yang menyatakan beberapa hal berturut-turut semakin lama semakin menurun.
Contoh
:
-
Neneknya,
ibunya, anaknya, bahkan cucunya menyukai teh wangi.
-
Di
Ibu kota, di kota, di kecamatan, sampai pelosok desa rakyat bersuka
cita memperingati proklamasi kemerdekaan.
7.
Asindenton
Gaya
bahasa yang menyebutkan secara berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung
agar perhatian pembaca beralih kepada hal-hal yang disebutkan.
Contoh
:
-
Dia memang suka membaca surat kabar, majalah, buku-buku setiap pagi
hari.
-
Barang
pecah belah, elektronika, barang ber-harga lainnya
tiada bersisa lagi di rumahnya.
8.
Polisendenton
Gaya
bahasa yang menyebutkan scara berturut-turut dengan menggunkana kata
penghubung.
Contoh
:
-
Setelah
pekerjaannya selesai, maka
berkemas-kemaslah ia karena hari
sudah mulai gelap, lagipula mendung
pun kian tebal.
-
Ayah dan ibunya serta adik dan pamannya ikut dalam rombongan itu.
9.
Retoris
Gaya
bahasa yang meng-gunakan kalimat Tanya tak bertanya atau tidak me-merlukan
jawaban karena jawabannya telah sama-sama dimaklumi.
Contoh
:
-
Inikah
yang kau namai bekerja?
-
Mana
mungkin orang mati hidup kembali?
10.
Inversi
Gaya
bahasa yang dalam pengungkapannya predikat kalimat mendahului subjeknya karena
lebih dipentingkan.
Contoh
:
-
Indah nian suasana alam pada malam ini.
-
Pagi begini benar-benar menusuk tulang
dinginnya.
11.
Elipsi
Gaya
bahasa yang mempergunakan kalimat-kalimat elips agar penegasannya jatuh pada
bagian kalimat/kata yang dielipskan.
Contoh
:
-
Kalau masih belum jelas, nanti kuterangkan
lagi.
-
Rasailah derita yang menimpa ini.
12.
Koreksio
Gaya
penegasan yang dipakai untuk membetulkan apa saja yang sudah diucapkan, baik
dengan sengaja maupun tidak.
Contoh
:
-
Umurnya sekarang 17 tahun, oh bukan, 19 tahun
-
Silakan pulang Saudara-saudara, eh maaf, silakan makan.
13.
Interupsi
Gaya
bahasa yang meng-gunakan kata-kata atau bagian kalimat yang disisipkan di dalam
kalimat pokok untuk lebih menjelaskan sesuatu dalam kalimat tersebut.
Contoh
:
-
Akum –kalau
tidak terpaksa– tidak akan dating kemari.
-
Tiba-tiba ia – suami itu - direbut oleh perempuan lain.
14.
Eksklamasio
Gaya
bahasa yang meng-gunakan kata-kata seru atau tiruan bunyi (onomatope) untuk
menerangkan maksud.
Contoh
:
-
Aduhai
hidup. Nikmat nian rasanya ‘kau hidup’.
-
Wah,
biar, biar kupeluk, ah, dengan tangan
menggigil.
15.
Enumerasio
Beberapa
peristiwa yang membentuk satu kesatuan, dilukiskan satu per satu agar tiap-tiap
peristiwa dalam keseluruhannya tampak jelas.
Contoh
:
-
Laut
tenang. Di atas permadani biru itu tampak satu-satu perahu nelayan meluncur
perlahan-lahan. Angin berhembus sepoi-sepoi. Bulan bersinar dengan terangnya. Di
sana-sini bintang-bintang gemerlapan. Semuanya berpadu mem-bentuk suatu lukisan
yang harmonis. Itulah keindahan sejati.
16.
Preterito
Dalam
gaya bahasa
jenis ini pengarang seolah-olah me-nyembunyikan sesuatu dan mem-biarkan pembaca
untuk meng-ungkapkan atau memeriksa sendiri apa yang disembunyikan atau tidak
dikemukakan itu.
Contoh
:
-
Saya
tak akan ber-panjang-panjang kata lagi tentang hal itu. Nasi
sudah menjadi bubur, apa hendak dikata.
-
Tentang ramainya
pameran itu, tak usahlah kuceritakan dulu. Biarlah engkau sendiri me-nyaksikannya.
C. Gaya Bahasa Pertentangan
1.
Paradoks
Gaya
bahasa yang me-ngemukakan hal yang seolah-olah bertentangan, namun sesungguhnya
tidak karena objek yang dikemukakan berlainan.
Contoh
:
-
Ia merasa kesepian di Jakarta yang ramai itu.
-
Dia besar tetapi nyalinya kecil.
2.
Kontradiksio interminis
Gaya
bahasa yang mem-perlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang sudah
dikemukakan se-belumnya. Apa yang sudah dikemukakan disangkal lagi.
Contoh
:
-
Suasana alam sunyi senyap, hanya jam
dinding yang berdetak.
-
Semuanya sudah hadir, kecuali Hasan.
3.
Antitesis
Gaya
bahasa yang mempergunakan pasangan kata yang berlawanan maknanya.
Contoh
:
-
Tua
muda, besar kecil berduyun-duyun menuju area pasar malam.
-
Hidup
matinya, susah senangnya semua di tangan-Nya.
4.
Anakronisme
Gaya
bahasa ini menunjukkan adanya ketidak sesuaian uraian dalam karya sastra dengan
sejarah.
Contoh
:
-
Dalam Julius Caesar, Shaksepeare
menuliskan ‘jam berbunyi 3 kali’; hal itu bertentangan dengan yang sebenarnya
karena jam belum ada saat itu.
5.
Okupasi
Gaya
bahasa yang menyatakan bantahan atau keberatan terhadap sesuatu yang oleh umum
(orang banyak) dianggap benar.
Contoh
:
-
Ganja dan morfin merusak jiwa manusia, tetapi banyak anak muda yang menggemarinya. Dan orang yang tak bertanggung
jawab me-manfaatkannya karena keuntungannya besar sekali.
D. Gaya Bahasa Sindiran
1.
Ironi
Gaya
bahasa sindiran yang mengatakan sebaliknya dari apa yang sebenarnya.
-
Wah, rajin benar kau hari ini, baru pukul
08.00 sudah datang.
-
Manis sekali kopi ini, gulanya mahal ya?
2.
Sinisme
Gaya
bahasa sindiran yang lebih kasar dari ironi atau sindiran tajam.
Contoh
:
-
Harum benar baumu pagi ini.
-
Muak aku melihat tampangmu!
3.
Sarkasme
Gaya
bahasa yang paling kasar , bahkan kadang merupakan kutukan.
Contoh
:
-
Hei Anjing, enyah kau dari hadapanku!
-
Mampus pun aku tak peduli, diberi nasihat
masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.
Posting Komentar